Mahéng - Travel Writer

@iamaheng

An Indonesianophile on @naralitera , and a book peddler on @tamasyabuku . Loves to write and read, and all things about @dupinadila_110 .
帖文
49
追蹤者
849
追蹤中
790
How did we meet? On March 31, 2019, a day after leaving Medan, I met Nadila, my sweetheart, at a Pangkalpinang coffee shop. Not thing special about the setting, except it united student journalists preparing for the Fourth National Meeting (Rapimnas) of the Indonesian Student Journalist Association (PPMI). I had led PPMI since August 10, 2018. At the time of the meeting, we debated. She objected due to youthful passion, a sentiment I shared. However, our shared goal of supporting Suara USU - nowadays @bopm_wacana - sparked a connection. Communication intensified post-Rapimnas. On April 6, 2019, a Saturday, we vacationed at Vihara Puri Tri Agung in Sungailiat. Sungailiat is ideal for enjoying white sandy beaches. Reaching it takes 40-50 minutes, around 35 km from Pangkalpinang's center. We savored the beach close to the Vihara, then continued to Pantai Tongaci's 'De Locomotief,' a few km away. "Are you from Aceh, Kak Maheng?" she asked. "Why?" I countered. We explored Pantai Tongaci, amidst a cultural parade—a contest of various cultures in Babel. Pantai Tongaci offers unique spots for travelers, including De Locomotief, adorned with Chinese-style umbrellas at the entrance. The Gallery Museum showcases stunning artworks by artists, perfect for sharing on social media. Beyond the beautiful, clean beach, a turtle conservation area awaits visitors. We wandered, capturing photos together. Our story was like Rama and Sita's. I "kidnapped" her from the crowd. I didn't want the encounter to pass by. Mischievously, I entrusted her with my cherished jacket, wanting her number. "Return it tonight during the closing meeting," I instructed. That night, emotions ran high. The girl who feared ghosts had red eyes, deepening my feelings. "Did you know I raced here?" she said, annoyed. I liked her expressions, sometimes quirky, especially when upset. What made her different was her uniqueness, moments of absence, or not realizing my presence. We officially started dating on Sunday, May 26, 2019, six days after my birthday, or 57 days after we met. It was a beautiful gift. In the following days, like various couples, we laughed, argued and shed tears together.
57 2
4年前
PeaceNews | Opini Hilangnya Kepekaan di Era Digital: Tantangan Toleransi di Dunia Maya dan Rohani Oleh: Mahéng (Penggerak Komunitas GUSDURian Yogyakarta) Era digital telah mengubah cara berpikir dan meningkatkan ketergantungan pada teknologi. Toleransi terancam dengan perdebatan online dan hilangnya empati. Kecerdasan buatan belum mampu mengimbangi kecerdasan emosional dan spiritual manusia. Kita perlu menjaga nilai-nilai tradisional dan keagamaan di era digital. Inilah yang terjadi sekarang. Jempol kita begitu mudah mengetikkan hujatan pada orang yang berbeda keyakinan dan pendapat. Yang mengendalikan jari dan mulut kita bukan lagi otak dan saraf, melainkan neural network (saraf tiruan) yang tidak memiliki empati itu. Sehingga kepekaan perlahan menguap dari alam bawah sadar kita. Baca selengkapnya di: /hilangnya-kepekaan-di-era-digital-tantangan-toleransi-di-dunia-maya-dan-rohani/ #bukantoleransibiasa #JadiEmpatiKaloNgerti #kbbuntuksemua #beragamitukita #indonesiarumahbersama
80 0
3天前
Pernahkah kamu membayangkan menjadi 'pekerja teks komersial'? Menjual kata-kata, merajut cerita, dan menghasilkan karya yang menghidupi? Itu yang saya lakukan 7-8 tahun belakangan! Termasuk menulis buku, menuangkan artikel ringan di berbagai platform, dan bahkan sempat menjadi juru ketik (baca: jurnalis) di salah satu media nasional. Teks demi teks, satu hal yang akhirnya saya sadari: teks bisa menghidupi saya berdasarkan konteks. Lamun, hidup tak sesederhana itu. Saya ingin lebih dari sekadar bertahan hidup. Saya juga ingin lebih hidup. Saya bahkan ingin menjadi teman hidup dan membangun kehidupan. Demi mewujudkannya, saya menapaki berbagai usaha, dari clothing hingga toko buku. Tapi, takdir berkata lain. Bisnis saya, Mabook Outlet dan Ala Ali, terpuruk. Jatuh bangun, berjuang bangkit dengan bantuan banyak pihak. Setelah saya 'tolak tilik', alasan kejatuhan itu terjadi cuma satu, saya tidak punya kapabilitas. Untuk meningkatkan kapabilitas serta menambah kapasitas, saya berguru pada pak Yai Fathur, Mas Wawan, Bang Fikri, dan banyak lagi (ada di foto, siapa tau ada yang kalian kenal. Kalau belum kenal ya kenalan lah, mereka rang-orang hebat). Kini, saya kembali ke dunia teks, kali ini dengan target baru: anak-anak. Bersama tim, kami mendirikan @tamasyabuku . Misi kami: mencetak generasi baru yang literat. Ah pasti kalian tidak akan percaya. Benar, realistisnya, kami atau saya, butuh uang untuk melunasi utang dan modal membangun kehidupan. Amin. Tamasya Buku akan mampir di Perpustakaan Daerah Temanggung pada 26 Juli - 4 Agustus 2025 sebagai pilot project kami. Datanglah! Datang bukan untuk memandangi wajah saya (nanti jatuh cinta, eh mual, kan malah repot), tapi boronglah semua bukunya agar saya cepat kaya raya!
36 1
6天前
PeaceNews | Opini *Melawan Rape Culture dan Budaya Reviktimisasi: Respons Sensitif Terhadap Kekerasan Seksual* Oleh: Mahéng (Penggerak Komunitas GUSDURian Yogyakarta) Membangun kepekaan adalah proses yang tidak mudah. Diperlukan usaha untuk melatih diri dalam ‘seni mendengar’ yang baik. Hal ini sering kali terabaikan, bahkan oleh anggota organisasi atau komunitas yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi penyintas kekerasan seksual itu sendiri. Kekerasan seksual tidak mengenal batas. Setiap orang, terlepas dari gender, usia, atau latar belakangnya, berpotensi menjadi pelaku atau penyintas, termasuk diri saya sendiri. Kejahatan ini bisa mengintai di mana saja, baik di ranah publik maupun privat, bahkan di lingkungan keluarga sendiri. Meskipun statistik menunjukkan bahwa perempuan, anak perempuan, dan anak laki-laki lebih rentan menjadi korban, laki-laki pun tak luput dari jerat kekerasan seksual. Data SIMFONI-PPA Kemenpppa tahun 2024 menunjukkan bahwa dari 7.259 kasus kekerasan seksual, 1.538 korbannya adalah laki-laki (19,5%). Bedanya, jika kasus tersebut menimpa perempuan. Perempuan akan rentan dengan kekerasan ganda, disalahkan sebab “tidak bisa menjaga diri”, “mengumbar aurat”, atau “berpakaian menggoda”, “mengundang duluan”, “kenapa tak melawan”, “pasti menikmati kan”, dan sejenisnya. Baca selengkapnya di 👇🏽 /melawan-rape-culture-dan-budaya-reviktimisasi-respons-sensitif-terhadap-kekerasan-seksual/ #kamibersamakorban #bukantoleransibiasa #JadiEmpatiKaloNgerti ##kbbuntuksemua #beragamitukita
102 0
13天前
Hari ini, keyakinan saya semakin kuat bahwa orang hebat adalah yang ketika tiada pun masih mampu menghidupi orang hidup. Dan Gus Dur adalah contohnya. Beliau telah tiada sejak tahun 2009, namun semangat dan ajarannya terus hidup dan menghidupi banyak orang, bahkan banyak politisi yang memanfaatkan namanya demi keuntungan pribadi agar bisa meraup banyak suara jelang pemilu. Semangat dan ajaran beliau juga terus menghidupi saya, yang dikenal sebagai "Korea Seknas". Beberapa bulan terakhir, saya menumpang makan di Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan GUSDURian. Ya, saya akui, saya belum menjadi penggemar berat Gus Dur, tapi tetap menumpang makan di sini. Maaf ya teman-teman! Malam ini, di acara Selapanan Majelis Selawat GUSDURian dengan tema "Mencintai Nabi, Mencintai Sesama, Mencintai Alam", saya kembali mendapat kesempatan untuk bekerja di dapur. Kesempatan ini bukan hanya membantu saya menghemat pengeluaran, tapi juga menghindarkan saya dari rasa lemas karena kekurangan makan. Maaf jadi curhat! Yang terpenting, jatah makan ini membantu saya untuk bisa tetap fokus menghidupkan kembali bisnis yang saya bangun berikut melunasi hutang-hutang yang masih ada. #gusdurian #gusdur #indonesiarumahbersama Menurutmu, apa yang bisa kita lakukan untuk meneruskan semangat Gus Dur?
44 3
14天前
Bayangin, pedasnya salah satu masakan Aceh dengan bumbu kental berpadu dengan manisnya kuliner Jogja! Rasanya gimana ya? Misi: Memasak Kuah Beulangong, masakan khas Aceh Rayeuk dengan bumbu medok dan pedas, di Jogja yang identik dengan manis. Tantangan utama: Mencari bumbu. Di pasar tradisional, banyak yang bingung pas saya tanya daun kari (ôn teumerui). Untungnya, lokapasar Facebook menjadi penyelamat! Kelapa gongseng pun langka, jadi disangrai sendiri saja! Bersama Pak Yai Fatur, Mas Fikri, dan para santri, kami menyembelih kambing dan menyiangnya. Kerja tim adalah kuncinya! Ada yang menghaluskan bumbu, ada yang masak, dan saya yang belum kompeten masak, apalagi mewakili masakan Aceh, didapuk sebagai kepala chef ala-ala. Akhirnya, Kuah Beulangong matang! Tapi, pas makan, ekspresi terkejut menghiasi wajah para pencicip. Pedasnya membakar lidah, kening berkerut, bikin mata berselaput. Masakan memang selalu mengundang beragam komentar. Ada yang bilang keasinan, kurang pas, dan seterusnya. Komentar-komentar ini wajar, karena preferensi selera setiap orang berbeda-beda. Ciye pembelaan! Pernahkah kamu coba Kaldu Kokot Madura? Rasanya unik, paduan kacang hijau (biasanya untuk bubur manis) dengan terasi dan jeruk nipis. Bagi yang belum terbiasa, pasti kaget! Peristiwa ini mengingatkan saya pada sebuah adagium: "Orang Indonesia tidak makan kalau belum makan nasi". Ungkapan ini sangat menyederhanakan kekayaan kuliner Indonesia yang luar biasa. Bagaimana dengan daerah yang makan sagu, jagung? Apa mereka bukan orang Indonesia? Di Aceh sendiri, dengan luas wilayahnya yang mencapai 58.375,63 km2, terbagi menjadi 18 Kabupaten, 5 Kota, 276 Kecamatan dan 6.455 kelurahan, Kuah Beulangong hanyalah salah satu dari berbagai macam hidangan khas yang lezat. Begitu pula dengan makanan khas Indonesia. Rendang? Memang terkenal, tapi tidak mewakili Papua. Coto identik dengan Makassar, tapi tidak mencerminkan kekayaan rasa Jogja. Lalu, adakah "Makan" yang bisa mewakili Indonesia? Mungkin, satu-satunya hidangan khas Indonesia adalah makan uang raky ... ah sambung sendiri aja! Selamat hari Raya Idul Adha ! #kuahbeulangong #masakanAceh #iduladha
78 8
15天前
Jumat malam, 12 Juni 2024, jelang Isya, notifikasi di gawai saya memperlihatkan pesan dari Mba Fina. Doi mengajak saya menjadi tim konsumsi untuk makan siang Pak Lukman Hakim Saifuddin, mantan Menteri Agama. Sebagai Korea aktif di Griya GUSDURian, mana mungkin saya tolak ajakan ini? Makan gratis seharian, maka sungguh suatu kebodohan yang nyata jika saya menolaknya. Awalnya sih agak berat sebab saya ingin menyaksikan bedah buku "Tuhan Bersama Mereka" di UIN Suka. Niatnya sekaligus 'pulang kampus' yang sudah lama saya tinggalkan. Tapi demi tiga kali makan gratis, cita-cita itu saya tanggalkan. Hari H, saya dan Pak Madi bertugas di Joglo Griya GUSDURian, tempat Pak Lukman akan makan siang. Pak Madi bertanya, "Pak Menteri merokok, Mas?" "Wah, siapkan saja asbak dan peralatannya. Kalau bukan Pak Lukman, Mas Jay pasti merokok," jawab saya. Meskipun saya sendiri tidak merokok, tapi tidak anti-rokok. Yang saya anti, ormas agama yang jadi pengelola tambang. Hahahaha! Singkat cerita, Pak Lukman datang dan bersantap siang di bawah terik matahari. Kami sudah mengantisipasinya dengan menyalakan 3 kipas angin sekaligus. "Mangut lelenya enak!" tegas @lukmanhsaifuddin Setelah makan siang, seperti biasa, momen kebersamaan ini harus didokumentasikan dan dipamerkan di media sosial. Dari postingan ini, saya ingin mengajak kamu untuk ... makan lele, tapi kalau kamu maksa, boleh kok beli kaos yang saya gunakan !? Sebab, Indonesia ada karena korea-korea yang kelaparan !? #makanlele #gusdurian #lukmanshaifuddin #kisahmakansiang
64 8
19天前
Sebagai orang Aceh, saya sudah terbiasa dengan stigma dan candaan yang kurang menyenangkan. Ketika bertemu orang baru dan memperkenalkan diri, dua hal sering muncul: ganja dan GAM. Sesekali soal tsunami. "Wah, Aceh ya? Pasti banyak ganja di sana ya?" celetuk mereka, diiringi tawa renyah. "GAM masih ada ya di sana?" tanya mereka dengan nada menggoda. Awalnya, saya tersinggung dan tidak nyaman. Tapi lama-kelamaan, saya belajar untuk menerimanya, meskipun tetap pahit nan getir di hati. Lahir dan besar di tengah konflik yang berkecamuk, bukan lah pengalaman yang mudah. Masa kecil saya diwarnai dengan suara letusan bom, bisingnya suara peluru beterbangan bikin rasa takut selalu membuncah. Walaupun tidak separah Gaza atau Rafah, hidup di zona konflik bukanlah sesuatu yang bisa dibercandakan. Memasuki usia SMP, saya pindah ke kota dan mulai merasakan diskriminasi karena latar belakang saya. Sebagai anak kampung, dengan kemampuan bahasa Indonesia saya masih kurang baik, dan hal itu membuat saya mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Tantangan itu tak berhenti di situ. Ketika saya pindah ke Jogja pada 2014 lalu, saya harus bergulat dengan bahasa Jawa yang sama sekali berbeda. Masa-masa itu terasa begitu berat, di mana saya harus beradaptasi dengan dua bahasa sekaligus, sambil membawa stigma dan prasangka yang melekat pada identitas saya sebagai orang Aceh. Namun, di balik semua kesulitan itu, saya belajar untuk menerima perbedaan dan menghargai keragaman. Saya juga belajar untuk bangga dengan identitas saya sebagai orang Aceh, misalnya dengan tidak mengubah logat saya. Meski saat ini ber-KTP Sleman, sampai kapan pun saya tetap mencintai Aceh dengan segala kekayaan budaya dan sejarahnya yang panjang. Perjalanan hidup saya mengajarkan saya bahwa setiap orang memiliki ceritanya sendiri, dan kita harus saling menghormati. Candaan yang menyinggung dan diskriminasi tidak boleh dibiarkan, karena hanya akan memperpanjang luka. Melalui cerita ini, saya ingin mengajak semua orang untuk membeli kaos yang saya pakai pada slide terakhir di @gusdurianstore hahaha.
111 13
20天前
Sering banget nih temen2 pakai kaos GUSDURian Store dan ternyata temen lain juga pakai kaos yang sama! Se nyaman itu emang bahan kaos nya buat dipakai sehari hari~ #kaoshitam #kaoshalus #kaosadem #kaosgusdur #quotesgusdur #quotesislami
111 5
22天前
🇮Pancasila vibes all around! 🇮🇩 Imagine you could hop in a time machine and meet the founders back in 1945. What would you ask them? They seriously nailed Pancasila — it's still super relevant today! But let's be real, things aren't perfect. We still see stuff happening that goes against Pancasila's message of love and inclusivity. That's why celebrating Pancasila Day is important! This year, we had a rad discussion with Beyond Yourself Indonesia, Tukar Akar, Benang Merah, and GUSDURian Yogyakarta about how Pancasila could be a part of our everyday lives, especially online. Rosa from BYI says Pancasila isn't just words, it's how we act! Yonas from Benang Merah started a whole community to promote tolerance and stuff - pretty awesome, right? We talked about how social media could be a bit of a mess sometimes, with negativity and drama taking center stage. But guess what? We could change that! By sharing content that reflects Pancasila's values, we could make online spaces more positive and welcoming for everyone. After all, Pancasila is basically about being bros and treating each other with respect, right? Big thanks to you guys for the reminder: Pancasila is a way of life, not just a fancy term. Let's all keep that in mind! #Pancasila #WeGotThis #SpreadLove
44 0
1個月前
Birthday surprise with a twist: Found a love letter on page 135... but it wasn't from Orwell! #UnexpectedBirthdayGift *** After Discussion #94 on George Orwell's 1930s ecological critique, "Coming Up for Air," there's nothing special on this moment except a love letter from my beloved, @dupinadila_110 . "𝘋𝘦𝘢𝘳 𝘑𝘶𝘯𝘢𝘪𝘥𝘪, 𝘩𝘢𝘱𝘱𝘺 𝘣𝘪𝘳𝘵𝘩𝘥𝘢𝘺, 𝘢𝘨𝘢𝘪𝘯. 𝘐 𝘩𝘰𝘱𝘦 𝘵𝘩𝘢𝘵 𝘨𝘰𝘰𝘥 𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨𝘴 𝘸𝘪𝘭𝘭 𝘢𝘭𝘸𝘢𝘺𝘴 𝘣𝘦 𝘪𝘯 𝘦𝘷𝘦𝘳𝘺 𝘴𝘵𝘦𝘱 𝘺𝘰𝘶 𝘵𝘢𝘬𝘦, 𝘵𝘩𝘢𝘵 𝘸𝘩𝘢𝘵𝘦𝘷𝘦𝘳 𝘥𝘪𝘧𝘧𝘪𝘤𝘶𝘭𝘵𝘪𝘦𝘴 𝘺𝘰𝘶 𝘢𝘳𝘦 𝘤𝘶𝘳𝘳𝘦𝘯𝘵𝘭𝘺 𝘧𝘢𝘤𝘪𝘯𝘨, 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘚𝘞𝘛 𝘸𝘪𝘭𝘭 𝘨𝘪𝘷𝘦 𝘺𝘰𝘶 𝘵𝘩𝘦 𝘴𝘵𝘳𝘦𝘯𝘨𝘵𝘩 𝘢𝘯𝘥 𝘰𝘱𝘦𝘯-𝘮𝘪𝘯𝘥𝘦𝘥𝘯𝘦𝘴𝘴 𝘵𝘰 𝘢𝘭𝘸𝘢𝘺𝘴 𝘨𝘰 𝘵𝘩𝘳𝘰𝘶𝘨𝘩 𝘵𝘩𝘦𝘮." Yes, I've gotten older, 28 years ago, I was born in a remote village in West Aceh, Paya Baro, without electricity, communication networks, or even major roads. We had to go to the city by sampan, which is now very hard to find since roads have been built, electricity has been installed, and telecommunication signals have started operating. I was born in a conflict zone and have been used to playing around bullets since I was a child. I was used to being separated from my family. When I was little, I aspired to be an adult due being a child wasn't fun. I was told to do things. However, as an adult, I want to be a child again. There are many things that I didn't realize I had gone through in the past 28 years. Being a child in a conflict zone, maybe similar to what children in Palestine are experiencing now. No, what I experienced was nothing. When I was in junior high and high school, I became a construction worker, and when I was in college, I became an ink worker (typist aka journalist). People say that problems come to make us adults, but honestly, being an adult is tiring. The business I built collapsed and I'm in debt everywhere. So if there's one thing I could ask for on my 28th birthday, it's for all my debts to be paid off, amin. This is already very tiring. Otherwise, thank you to Allah for giving me the opportunity to live for. Wish me luck on getting out of debt! Any financial tips are appreciated! Tulis di komen ya!
134 56
1個月前
PeaceNews | Refleksi *Halalbihalal: Merajut Persaudaraan, Memperjuangkan Keadilan, dan Menciptakan Perdamaian Sejati di Indonesia bersama Jaringan GUSDURian* Oleh: Mahéng (Penggerak Komunitas GUSDURian Yogyakarta) Tradisi Halalbihalal bukan hanya silaturahim, tapi wadah untuk memperkuat persaudaraan, memperjuangkan keadilan, dan menciptakan perdamaian sejati di Indonesia! Untuk menciptakan perdamaian yang kuat, membutuhkan perjuangan keadilan yang berkeringat disertai dengan tekad yang bulat. Tidak terasa kita sudah di penghujung Syawal, ada satu momen yang tidak pernah ditinggalkan oleh masyarakat, khususnya Muslim Indonesia, yaitu Halalbihalal. Namun, belum banyak yang tahu asal usul halal bihalal. Banyak yang menyangka Halalbihalal berasal dari Arab. Uniknya, tradisi ini hanya ada di Indonesia dan belum ditemukan dalam budaya Muslim di negara mana pun, termasuk negara-negara Arab. Baca selengkapnya di: /halalbihalal-merajut-persaudaraan-memperjuangkan-keadilan-dan-menciptakan-perdamaian-sejati-di-indonesia-bersama-jaringan-gusdurian/ @iamaheng #kbbuntuksemua #beragamitukita #bukantoleransibiasa #JadiEmpatiKaloNgerti #indonesiarumahbersama #peacenews
45 2
1個月前